Interfensi Pemerintah dalam Penetapan Harga Kebutuhan Pokok Masyarakat.






Interfensi Pemerintah dalam Penetapan Harga Kebutuhan Pokok Masyarakat.
            Kenaikan harga BBM dan pembatasan harga oleh pihak otoritas negara ini sempat membuat polemik di masyarakat kita. Pro dan kontra pun bermunculan merespon kebijaksanaan itu, bahkan ada yang lebih ekstrim lagi dengan menyalahkan pemerintah yang campur tangan menentukan harganya. Mereka menyerukan dan mengumandangkan bahwa pembatasan harga itu terlarang dalam Islam dengan beberapa argumen yang ada di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Lalu bagaimana sesungguhnya syriat Islam memandang pembatasan harga atau tas’îr.
At-tas’iir menurut Imam Syaukani  didalam kitabnya nailul authar menyebutkan
التسعير هو أن يأمر السلطان أو نوابه أو كل من ولى من أمور المسلمين أمراً أهل السوق ألا يبيعوا أمتعتهم إلا بسعر كذا فينمع من الزيادة عليه أو النقصان لمصلحة
“Tas’ir adalah perintah penguasa atau para wakilnya atau siapa saja yang mengatur urusan kaum muslimin kepada pelaku pasar agar mereka tidak menjual barang dagangan mereka kecuali dengan harga tertentu dan dilarang ada tambahan atau pengurangan dari harga itu karena alasan maslahat.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, V/335).
Istidlal
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Dari Sunnah
عَنْ قَتَادَةَ ، وَثَابِتٍ ، وَحُمَيْدٍ ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، قَالَ:غَلاَ السِّعْرُ بِالْمَدِينَةِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَقَالَ النَّاسُ : يَا رَسُولَ اللهِ ، غَلاَ السِّعْرُ ، فَسَعِّرْ لَنَا ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّزَّاقُ ، إِنِّي لأَرْجُو أنْ أَلْقَى اللَّهَ ، عَزَّ وَجَلَّ ، وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يَطْلُبُنِي بِمَظْلَِمَةٍ فِي دَمٍ وَلاَ مَالٍ.
“Diriwayatkan dari Anas RA, pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW, harga-harga barang naik di kota Madinah, kemudian para sahabat meminta Rasulullah SAW menetapkan harga. Maka Rasululah bersabda: Sesungguhnya Allah SWT Dzat Yang Maha Menetapkan harga, yang Yang Maha Memegang, Yang Maha Melepas, dan Yang Memberikan rezeki. Aku sangat berharap bisa bertemu Allah SWT tanpa seorang pun dari kalian yang menuntutku dengan tuduhan kedzaliman dalam darah dan harta.”

ARGUMENTASI YANG MELARANG TAS’IR
Ibnu Qudhamah al Maqdisi  (madzhab hanabila) dan Imam Asy Syafi’i
Dalil tentang tas’ir terdapat pada Q.S An-Nisa ayat 29
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
            Imam asy-Syâfi’i rahimahullah menyatakan, "Semua orang berkuasa atas harta mereka dan tidak boleh ada orang lain mengambilnya atau mengambil sebagiannya tanpa ada keridhaan dari si pemilik kecuali dalam beberapa keadaan yang menyebabkan hartanya harus diambil dan ini bukan darinya.
Sedangkan didalam sunnah Rosul terdapat didlam hadit yang diriwayatkan oleh Annas RA
عَنْ قَتَادَةَ ، وَثَابِتٍ ، وَحُمَيْدٍ ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، قَالَ:غَلاَ السِّعْرُ بِالْمَدِينَةِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَقَالَ النَّاسُ : يَا رَسُولَ اللهِ ، غَلاَ السِّعْرُ ، فَسَعِّرْ لَنَا ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّزَّاقُ ، إِنِّي لأَرْجُو أنْ أَلْقَى اللَّهَ ، عَزَّ وَجَلَّ ، وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يَطْلُبُنِي بِمَظْلَِمَةٍ فِي دَمٍ وَلاَ مَالٍ.
“Diriwayatkan dari Anas RA, pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW, harga-harga barang naik di kota Madinah, kemudian para sahabat meminta Rasulullah SAW menetapkan harga. Maka Rasululah bersabda: Sesungguhnya Allah SWT Dzat Yang Maha Menetapkan harga, yang Yang Maha Memegang, Yang Maha Melepas, dan Yang Memberikan rezeki. Aku sangat berharap bisa bertemu Allah SWT tanpa seorang pun dari kalian yang menuntutku dengan tuduhan kedzaliman dalam darah dan harta.”
Dalam hadits ini ada larangan penetapan harga dari dua sisi :
1.      Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan penetapan harga padahal sudah diminta, seandainya boleh tentulah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menerima permintaan tersebut.
2.      Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan alasan tidak mau melakukan penetapan harga karena berisi kezhaliman dan kezhaliman hukumnya haram.

ARGUMENTASI YANG MEMBOLEHKAN
Diantaranya Imam malik
            Penentuan harga dari pemerintah menimbulkan kestabilan harga pasar, apabila dilakukan dengan adil tanpa adanya kedzaliman, terutama ketika manusia telah menjadi tamak urusan dunia, dan ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa melihat maslahat dan madhorotnya.
Sedangkan sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ أَعْتَقَ شِرْكًا لَهُ فِي عَبْدٍ فَكَانَ لَهُ مَالٌ يَبْلُغُ ثَمَنَ الْعَبْدِ قُوِّمَ الْعَبْدُ عَلَيْهِ قِيمَةَ عَدْلٍ فَأَعْطَى شُرَكَاءَهُ حِصَصَهُمْ وَعَتَقَ عَلَيْهِ الْعَبْدُ وَإِلَّا فَقَدْ عَتَقَ مِنْهُ مَا عَتَقَ
            Siapa yang membebaskan bagiannya pada seorang hamba (budak), lalu ia memiliki harta senilai harga budak tersebut, maka harga budak harus ditentukan dengan harga yang adil (harga saat itu-red) lalu dia serahkan pembayaran itu kepada sekutunya sesuai dengan kadar kepemilikan mereka. Dengan demikian budak itu bebas, jika tidak berarti dia hanya membebaskan apa yang menjadi bagiannya saja [Muttafaqun ‘Alaihi]
            Artinya, apabila ada dua orang berserikat dalam kepemilikan seorang budak, lalu salah satunya berkeinginan membebaskan budak tersebut. Jika yang berkeinginan ini memiliki uang yang cukup, maka ia harus mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar bagian teman serikatnya itu. Nilai yang harus dibayarkan ditetapkan dengan harga standar saat itu, bukan berdasarkan permintaan teman serikatnya dalam budak itu. Ini menunjukkan adanya tas'îr.
Istinbat Hukum
            Saya menggunakan metode Istiksan, Istiksan adalah berpindah dari satu ketetapan hukum kepada hukum yang lain karena ada yang mendesak dan ada kebaikannya.
Hadits yang mulia yang disampaikan golongan yang berpendapat bahwa tas'îr itu terlarang menjelaskan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkenan melakukan pembatasan harga melihat adanya kezhaliman di sana. Karena saat itu, tidak ada faktor yang mengharuskan adanya penetapan penetapan harga. Sebabnya kenaikan harga bukan karena tingkah polah pedagang dan penimbunan barang (ihtikâr), namun itu muncul akibat sebab-sebab lain yang bukan dari campur tangan mereka.
Pernyataan imam asy-Syafi’i rahimahullah , “Semua orang berkuasa atas harta mereka dan tidak boleh seorang pun mengambilnya atau mengambil sebagiannya tanpa ada keridhaan darinya kecuali dalam beberapa keadan yang menyebabkan hartanya harus diambil paksa dan ini bukan darinya”.
Dijawab dengan menyatakan bahwa itu benar namun tidak bersifat mutlak. Karena ada kaidah-kaidah lainnya yang mengatur dasar ini, seperti kaidah yang menyatakan wajibnya menghilangkan kemudharatan .
الضرر يزال
Juga kaidah wajibnya mendahulukan kemaslahatan umum daripada kemaslahatan pribadi.
المصلحة العام مقدم على المصلحة الخاص
Dengan demikian pembatasan harga tidak menyelisihi surat an-Nisâ’ ayat ke-29.
Maka dengan demikian saya berpendapat bahwa pemerintah boleh menetapkan sebuah harga aka tetapi harus secar adail dan tidak mendzolimi terhadap masyarakat ataupun para pedagang sebagaimana kaidah fiqhiyah menyebutkan
تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة
Dan juga disertai dengan beberapa syarat, diantaranya :
1.      Saat masyarakat umum sangat membutuhkan barang tertentu dan kondisi ini dimanfaatkan oleh para pedagang untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dan menaikkan harga setinggi mungkin.
2.      Ada ihtikâr (penimbunan) secara haram oleh produsen atau pedagang pada sebagian barang pokok yang sangat dibutuhkan. Mereka tidak mau menjualnya kecuali dengan harga selangit.
3.      Penjualan terbatas milik sekelompok orang saja, karena pemberian hak istimewa dalam perdagangan barang tersebut, seperti PLN, yang diberi hak istimewa mengelola listrik, PERTAMINA yang diberi hak istimewa mengelola jual beli minyak dll.
4.      Krisis ekonomi yang parah yang menyebabkan harga-harga barang kebutuhan asasi.
oleh : Abu Rizal Fakhrudin
 


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama