konsep al walaa' wal baraa' dalam islam



AL-WALAA’ WAL BARAA’ ; SEBUAH KEHARUSAN



Bulan Desember dan dua bulan sesudahnya adalah bulan yang di dalamnya banyak terdapat beberapa hari raya orang kafir. Hari Natal, tahun baru masehi, Imlek, dan Valentine day. Konyolnya, kaum muslimin yang mayoritas di negeri ini, ikut latah meramaikannya, bergembira dengan hari-hari tsb, bahkan tidak sedikit yang ikut merayakannya. wallahul musta’an.   
Fenomena latah ini adalah salah satu bukti betapa minimnya pengetahuan kaum Muslimin terhadap agamanya. Sebab andai mereka tahu kemuliaan Dien (agama) ini mereka pasti akan meninggalkan pekerjaan seperti itu. Andai  mereka tahu bahwa konsekuensi kalimat laailaaha illallah adalah tidak ikut latah menyemarakkan hari raya kekufuran, maka pasti mereka tidak terjerumus di dalamnya, pada hal Allah telah memberi kita dua hari raya yang jauh lebih mulia. Insya pada kesempatan ini penulis ingin menjelaskan tentang kandungan kalimat tauhid laailaaha illallah dalam konsep al-Walaa’ dan al-Baraa

Pengertian Dan Kedudukan al-Walaa’ dan al-Baraa’

Walaa’ adalah masdar dari kata kerja “walaya” yang artinya dekat (lihat kitab
al-Walaa’ dan al-Baraa karya Muhammad Said Al-Qahthani).Sedangkan al-baraa’ adalah masdar dari baraa’ah yang berarti memutus atau memotong.

Di antara kandungan kalimat Tauhid adalah mencintai orang yang telah mengucapkan kalimat itu, Allah ta’al berfirman: “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah,RasulNya dan orang-orang beriman, yang mendirikan shalat, menunaikan zakat seraya tunduk kepada Allah.
Dan siapa yang mengambil Allah, rasuNya, dan orang-orang beriman menjadi penolongnya, maka pengikut agama Allah itulah yang akan menang” (Qs.al-Maaidah:55-56)

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas-radhiyyallahu’anhuma-: “Siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi walaa karena Allah dan memusuhi karena Allah. Maka sesungguhnya kewalian dapat diperoleh dengan itu. Dan seorang hamba tidak akan merasakan lezatnya iman sekalipun banyak shalat dan berpuasa sampai ia melakukan hal tersebut. Dan telah menjadi umum  bahwa persaudaraan manusia berdasarkan kepentinga duniawi yang demikian itu tidak bermanfaat sedikitpun bagi para pelakunya” (HR.Thabrani dalam al-Kabir)
.
Kemudian dari konsep ini saya korelasikan antara kedudukan al-Walaa’ dan al-Baraa dengan masalah mengucapkan/merayakan hari raya orang non islam, berikut saya tuliskan penjelasannya

Hukum Merayakan  Hari Raya Orang Non Islam

Sesungguhnya di antara konsekuensi terpenting dari dari al-baraa’ adalah menjauhi syi’ar-syi’ar  ibadah mereka, sedang syiar mereka yang paling besar adalah hari raya mereka baik yang berkaitan dengan tempat maupun waktu. Maka kaum muslimin berkewajiban menjauhinya dan meninggalkannya. Demikian juga, dilarang menampakkan rasa gembira pada hari raya mereka,  masak-masak dalam rangka merayakannya,ikut merayakan bersama teman yang non islam atas dasar toleransi sedangkan sudah jelas konsep toleransi bagi kaum muslimin  ketika sudang menyangkut dengan akidah seorang muslim.

Syaikhul Islam Ibnu  Taimiyah berkata: “tidak halal bagi kaum muslimin bertasyabbuh dengan mereka dalam hal yang khusus bagi hari raya mereka seperti ikut berpesta pora dengan mereka, Ringkasnya kita dilarang untuk mmelakukan sesuatu pekerjaan yang itu khas dengan acara acara mereka.
Al-Imam Ibnul Qayyim berkata: “…jika bertahni’ah  dengan syi’ar-syi’ar  kufur  yang khusus menjadi milik mereka seperti hari raya dan puasa mereka, dengan mengatakan,”selamat hari natal” atau “berbahagialah pada hari ini raya ini” atau yang senada dengan itu, maka kalaupun ia selamat dari kekufuran, ia tidak bisa lepas dari kemaksiatan dan keharaman.
Sebab itu sama saja dengan memberi ucapan selamat atas sikap mereka yang menyembah salib”.  Selanjutnya beliau mengatakan, “maka barangsiapa yang memberi ucapan selamat kepada seseorang yang melakukan bid’ah, maksiat atau kekufuran maka ia telah memantik murka Allah…”

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa memberi ucapan selamat, bergembira dengan hari raya orang kafir dilarang karena yang demikian menunjukkan kerelaan kepada agama mereka.
Allah Ta’ala berfirman tentang sikap Nabi Ibrahim-alaihissalam-:”Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian (yaitu pada) Ibrahim dan orang-orng besertanya; ketika mereka berkata kepada kaumnya: sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian  dan apa-apa yang kalian sembah selain Allah. Kami mengingkari kalian dan telah nampak antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya, sampai kalian beriman kepada Allah” (QS.al-Mumtahanah: 4)


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama